Aku Punya Sisi Kedua
Cerpen Episode 1 #Sepi
Aku Punya Sisi Kedua
Oleh: Zahra Arifia
Aku ini sering sekali tersesat ketika mau menuju ke suatu
tempat. Untung saja di bumi ini masih ada orang-orang baik yang mau menjawab
pertanyaanku ketika aku asing dengan bangunan di suatu tempat. Aku tak tau
mengapa aku begitu pelupa untuk urusan jalan. Padahal, aku selalu memperoleh peringkat
5 besar saat duduk di bangku sekolah. Tak hanya itu, aku juga menang lomba
hafalan juz 30 tingkat desa. Kemudian aku juga pernah juara satu lomba pecah
air ketika memperingati hari kemerdekaan di kampungku. Menutup mata saja aku
tau dimana letak balon berisikan air yang harus ku pecahkan. Tapi, ketika aku
mau menuju ke suatu tempat dengan mata yang tidak tertutup, pun aku sudah
pernah melewatinya, mengapa aku masih saja lupa? Atau karena hiruk pikuk kota
yang membuat aku terlena terbawa hingga ke tujuan mereka. Atau karena aku
memang pelupa, entahlah haha.
Jadi pagi ini rencananya aku mau membeli pot mini yang
biasanya untuk tempat mawarku. Ia yang
menjadi teman curhatku yang bertengger di meja kos, yang semalam baru saja
jatuh dari tempatnya. Mana mungkin aku ingin membunuh teman curhatku. Sebab itulah
aku bergegas mencari pijakan baru untuknya.
Menurutku, bunga mawar adalah aroma dari segala resah
yang menenangkan. Meskipun bunga mawar terlihat angkuh dan mudah memikat hati
siapapapun yang melihatnya, aku tau bunga ini kesepian. Orang akan mengenangnya
ketika mekar, lupa jika kelopaknya pun
bisa gugur. Ketika tubuhnya hanya menyisakan duri dan layu, orang akan
membuangnya begitu saja. Sebenarnya ia hanya ingin di belai dengan penuh kasih
dan kesabaran. Karena pada waktunya ia akan tumbuh lagi sebagai bunga baru yang
tak kalah indah. Maka dari itu, aku ingin menjadi temanya yang nasibnya pun tak
jauh beda. Aku hanya seorang kesepian, dimana orang-orang hanya menginginkan
seluruh kata-kata lawakanku. Yaa, selain cerdas dan pelupa, aku juga terkenal
sebagai pribadi yang konyol, yang hidupnya penuh dengan tawa. Ngga salah juga
ketika orang lain tidak mau mengenalku lebih dalam dengan segala duri yang ada
di tubuhku. Atau mungkin orang sudah tau, maka dari itu enggan menyentuh
hidupku, apalagi terkena duriku. Merepotkan saja!
Di ruangan 4x4, langit-langit kamar adalah bioskop ku,
yang terkadang memunculkan adegan bahagia sebab aku sudah membuat orang lain
tertawa hari ini, pun yang terkadang tidak memunculkan apa-apa sebab tidak ada
orang lain di sini. Saat tidak sadar air mataku menetes, glubrakk… tanaman mawar yang selalu setia menemaniku selama 2 tahun
terakhir ini, ia jatuh dari meja, membuat tanahnya kocar-kacir kesana kemari. Lagi-lagi
ini seperti interaksi. Mawar yang kesepian ingin aku berbicara dengannya, tapi
malah aku lebih memilih berbaring dan menatap langit-langit kamar yang sebeletulnya
hanyalah susunan asbes yang tak ada apa-apanya. Baiklah, ia marah padaku. “maafkan
aku ya”
Setelah aku mendapatkan pot baru yang harganya cukup
mahal, Rp.50.000. tapi tak apa, itu tak sebanding dengan bagaimana mawar telah
menjadi teman suka dukaku di dalam ruangan seadanya. Lagi-lagi aku lupa. Kali ini
aku lupa parkir motor dimana. Lucunya, aku bertanya pada orang-orang seperti
baru saja kemalingan. Padahal memang aku saja yang pelupa.
Setelah satu jam aku membuang waktuku untuk mengabsen
motor satu persatu milik pengunjung toko, akhirnya aku menemukan motorku. Aku tidak
merasa lelah dengan satu jam mencari motorku, tapi mata dan kakiku pasti lelah.
“maafkan aku ya”
Sesampainya di kos, aku tanam kembali mawar yang semalam
hampir saja tak bisa hidup lagi. Aku menyemainya dengan air dan pupuk, sambil
bercerita tentang kejadian tadi aku keliling mencari motor. Kemudian aku juga
menyiapkan kertas dan pena, untuk menuliskan hal yang aku malu jika aku katakan langsung pada mawar.
Mawar, barangkali ada seseorang yang sama sepertiku, menyukaimu tidak hanya ketika kamu mekar saja. Tapi ketika kamu sedang tak berbunga dan hanya tinggal dengan batangmu yang berduri. Aku yakin, dia pasti orang yang akan cocok denganku. Tidak hanya berbicara tentang tawa saja, pasti dia akan menerimaku dengan segala duri yang ada di tubuhku. Pasti ia akan melihat mataku tidak sebagai mata yang periang saja. Pasti ia juga akan melihat mataku yang punya sendu. Kau pasti juga akan cocok dengan mawarnya. Aku tak lagi kesepian, begitupun juga dirimu. Tapi bagaimana jika orang itu pun sama denganku. Menutupi duri dengan banyak sekali cinta yang ia tebar di sekitarnya. Bagaimana jika aku sama dengan orang lain, yang terlena dengan canda nya, yang tak ingin menyentuhnya lebih dari tawanya. Bukankah semua itu sama saja? Kan, lagi-lagi lupa. Bahwa kita memang tak bisa memaksa orang lain untuk selalu menerima kita dan lukanya. Ketika aku hanya ingin dimengerti orang lain, mungkin selama ini aku juga belum bisa mengerti orang lain. Aku hanya terlalu egois memikirkan lukaku saja, barangkali di kehidupan orang lain yang aku tak tau ia menyimpan duri yang lebih tajam dan menyiksa. Tapi orang lain itu jauh lebih cerdas dariku, mampu menyembunyikannya tanpa berharap orang lain akan mengasihani. Maafkan aku ya, pun terimakasih mawar, karena telah menjadi satu-satunya sahabtku yang aku percaya. Kita pasti tetap bisa hidup dengan suasana yang tak pernah berubah. Aku menebarkan tawa dengan menyimpan luka, pun dirimu yang menebarkan pesona indah kelopak dengan duri di tubuhmu. Akui saja, sepi adalah kita.
Komentar
Posting Komentar