Refleksi Diri
Oleh: Zahra Arifia
Esok aku akan
jadi apa ya? Saat usiaku tidak lagi disebut remaja. Saat usiaku sudah beranjak
dua puluh lima. Saat aku sudah mendapatkan gelar sarjana. Saat tuntutan dunia
semakin banyak dan mau tak mau harus menerima. Saat satu persatu dari temanku
mulai sibuk dengan masa depannya.
Bagaimana jika sudah tiba waktunya aku harus berganti menghidupi keluargaku? Apa aku
bisa menjadi orang dewasa yang tak mudah marah? Apa aku bisa mengeluh sendirian?
Rindu sekali rasanya menjadi putri kecil dari orang tuaku yang makan tinggal makan, tidur
tanpa memikirkan banyak hal, dan selalu berjalan di dalam zona nyaman.
Lalu, teman-temanku,
pada akhirnya nanti semua akan membangun kehidupannya sendiri-sendiri. Ada yang
memilih tinggal di kota dengan segala hiruk pikuknya, ada pula yang tetap
memilih tinggal di desa dengan segala ketenangannya.
Ada yang memilih kerja dari pagi buta hingga malam tiba, ada pula yang memilih
kerja tanpa tuntutan waktu. Beruntungnya, teknologi kini sudah bisa menepis
jarak. Artinya, kita bisa menjalin kabar dengan orang-orang yang pernah
mendukung proses pendewasaan kita melalui media sosial yang ada.
Enggan sekali
rasanya aku memikirkan hal ini yang terus-terusan terbersit dalam pikiranku. Rasa
takut yang kerap kali menghampiri tiba-tiba, mau tak mau harus ku jamu dengan
suasana suka. Bagaimana jika aku sibuk dengan karirku dan tak menginginkan
teman hidup? Atau bagaimana jika aku memiliki teman hidup namun penghasilan
kita hanya cukup sebatas pada makan sehari? Bagaimana jika anaku nanti ingin
memiliki mainan yang aku tak mampu membelikannya? Bagaimana jika aku tinggal
bersama para tetangga yang tak ramah? Akan seperti apa senyumku sabar menyapa mereka
dan memulai tanpa berpikir dua kali lagi.
Beranjak dewasa?
Apa enaknya? Menjalani hari yang semakin tak pasti. Permasalahan yang sangat
kompleks yang kadang tak banyak yang peduli. Mimpi-mimpi yang tinggi yang kian
hari kian dihadapi dengan pasrah. Mau menyerah tapi penasaran dengan apa yang akan
terjadi.
Aku yakin,
semua orang akan tiba di pemikiran ini. Tentang rasa takut, khawatir, dan resah
yang kian hari kian bertambah. Hanya saja, ada yang pandai bersandiwara
menutupi resahnya, ada pula yang sangat khawatir dan memilih menjadi ambisius, dan
ada pula yang terlihat jatuh bangun tapi ia tetap bersyukur.
Tapi yang tak
boleh kita lupa adalah orang-orang yang selalu menemani saat hari kita gelap
gulita, orang-orang yang selalu hadir menyemangati saat dunia berusaha
menghakimi. Percayalah, mereka adalah orang-orang yang membantu kita menyusuri
jalan yang terlihat buntu. Menjadi dewasa bukan berarti kita lupa dengan segala
proses yang ada. Hingga bagaimanapun nanti takdir menjadikan kita, kita tak
pernah lupa artinya mengasihi, rendah diri, dan saling menyemangati. Semoga kita
akan terus baik-baik saja dengan apapun pilihan kita hingga menjadi tua dan tak
berdaya.
:)
Mantavv zah,main juga ketempatku di isnawindiastari.blogspot.com yak :)
BalasHapusOkee :)
Hapus