Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

Romantisasi Angkot Pak Kumis

  Sebuah kenangan waktu masih putih abu-abu … Pak kumis adalah seorang sopir angkot yang menjadi langganan anak-anak di sekolahku saat pesiar tiba. Pesiar itu adalah satu hari dimana siswa/siswi diperbolehkan keluar dari area sekolah dan asrama. Tentunya dengan batasan waktu tertentu. Balik lagi ke Pak Kumis. Jarang sekali atau bahkan tidak ada dari kita yang tau nama asli beliau siapa haha. Kita memanggilnya Pak Kumis sebab beliau memiliki kumis tebal yang khas. Angkot Pak Kumis sangat laris pas hari pesiar tiba, beliau bisa bolak-balik ke sekolahku lima kali hanya untuk mengantarkan anak-anak ke tempat yang ingin mereka tuju. Tapi hal itu tidak berlangsung lama, angkot Pak Kumis mulai sepi sejak adanya applikasi ojek online. Itu terjadi sekitar tahun 2017an, tepatnya waktu aku kelas dua SMA. Pada saat itu anak-anak mulai jarang menggunakan jasa angkot Pak Kumis lagi, mungkin karena dengan jasa applikasi ojek online lebih praktis, disisi lain juga tidak harus menunggu lama hin...

Masalah Yang Sama

Mengingat kembali segala macam baik itu tempat, makanan, suasana saat bersama doi (mantan) hanya akan membuat kenangan itu melekat dan semakin melekat. Woiya jelas sakitnya bukan main, teriris, tercabik-cabik, dan parahnya senyumannya melintas di depan mata. Jika sudah begini, ingin sekali punya mesin yang bisa membuat ingatanku terhapus. Alih-alih seperti yang ada di novel Hujan-Tere Liye, saat Lail ingin melupakan Esok hanya dengan satu tombol klik saja kenangan itu sudah otomatis terhapus hehe. Sudah nih, mulai bisa merelakan kenangan bersma mantan, kenangan perlahan pun mulai tersapu. Tiba-tiba datang lagi seseorang yang membuat hati berdebar. Mungkin ini cobaan, siklus cinta, atau mungkin apalah candaan semesta. Jika sudah begini, tameng harus siap dipasang. Kemudian menjaga jarak untuk sedikit jual mahal. Ya gimana, ini kan untuk memastikan apa dia merasa kehilangan atau tidak. Jika iya kan berati ada sinyal untuk bisa selangkah lebih dekat. Jika tidak, yo ngalamat hati jadi amby...

Untuk Semua Perempuan

Berawal dari sebuah postingan close friend instagram, dan mendapat sambutan yang baik dari kawan-kawan close friend ku hehe. Akhirnya aku mulai menuliskannya disini. Entahlah ini kalian sebut apa, aku hanya berharap seorang perempuan bisa mengenali dirinya sendiri dan tidak takut memiliki mimpi yang tinggi hanya karena stereotipe yang ada di masyarakat.   ------ Untuk Perempuan,  Menjadi perempuan itu tidak mudah. Apalagi jika lingkungan kita tidak mendukung. Mungkin kamu juga salah satu orang yang tidak dikenalkan orang disekelilingmu mengenai sistem kerja biologismu. Kamu susah payah menerima jika setiap bulan kamu harus merasakan sakitnya dan ribetnya menstruasi. Kemudian ditambah dengan keadaan emosi yang berantakan dan kamu bingung kamu kenapa. Mungkin hari ini kamu baru menyadari jika selama ini yang kamu alami adalah gejala PMS ( Pre Menstrual Syndrome ) dan sakit perut yang kamu alami setiap bulan adalah Dismenore. Menjadi perempuan itu tidak mudah. Beranjak dewa...

Jadi Orang yang Produktif di Masa Pandemi? Halah ...

Menjadi produktif di tengah pandemi sepertinya  banyak disuarakan baik di dalam seminar-seminar ataupun di sosial media. Jadi, produktif sebenernya apa sih? Mengutip dari KBBI, produktif berarti 1. mampu menghasilkan, 2. Mendatangkan (memberi hasil, manfaat, dan sebagainya); menguntungkan, 3. Mampu menghasilkan terus dan dipakai secara teratur untuk membentuk unsur-unsur baru. Jadi gimana? Apakah selama ini kamu sudah produktif? Oke, menjadi seorang yang produktif memang baik, sangat baik malahan. Tapi yang tidak baik ialah, kamu memaksakan diri hanya karena kamu merasa iri pada suatu hal yang itu tidak sesuai dengan kemampuanmu. Karena saat ini bertemu dengan orang-orang tentunya dibatasi, mau tidak mau media sosial menjadi tempat yang intens untuk kita melakukan segala aktivitas. Tak jarang juga orang-orang seperti aku ini yang tiap hari kerjanya gelundungan sambil scroll media sosial merasa insecure dengan orang-orang yang membagikan postingannya dengan caption cukup menohok...

Rasanya Jancuk

Pukul dua siang aku pergi ke toko buku. Aku sedang melihat-lihat buku dan tidak sengaja menginjak kaki seorang lelaki di sampingku. Payah, saking fokusnya mengabsen judul buku, aku tidak melihat jika ada seseorang di situ. Secara spontan aku langsung mengatakan maaf pada lelaki itu. "Iya nggakpapa mba. Nggakpapa." Sembari melihat ke arahku untuk menyakinkanku jika ia memang tidak apa-apa. Aku pun meninggalkan dia dengan langkah yang kikuk. Menjauh sebentar untuk mengatur napasku yang tak beraturan.  Setelah semuanya tenang, aku pun melanjutkan pencarianku, mengabsen judul buku apa yang kira-kira cocok untuk ku baca saat ini. Bedanya aku lebih berhati-hati melihat sekitar sebab tak ingin kejadian memalukan itu terulang kembali. Sudah sekitar setengah jam aku mengabsen buku-buku, akhirnya aku menemukan satu buku yang ingin aku beli. Saat berada di meja kasir, aku mengantre untuk membayar buku yang saat ini sudah ada di genggaman tanganku. "Mba boleh di tambah kartu ucapan...

Pulanglah, Nak

#Pentigraf Pulanglah, Nak Oleh: Zahra Arifia Pagi tadi temanku mengirim kabar, katanya ia mendapatkan pekerjaan di Ibu Kota. Tak ada alasan untuknya menolak sebab gaji yang ditawarkan lumayan besar. Kemudian kemarin temanku yang lainya mengirimkan kabar, buku keduanya telah siap cetak. Ia berharap agar aku bisa membaca bukunya, ia juga bilang aku orang pertama yang dikabari perihal ini. Entahlah perkataan itu benar atau tidak, atau hanyalah bagian dari marketing nya untuk memikat hatiku. Entahlah. Sepanjang percakapan dengan mereka, hatiku perih. Aku bahagia sekaligus iri mendengar kabar itu. Aku ingin jadi seperti mereka. "Nak, Bapak di kampung sakit. Tak bisakah kamu pulang barang sebentar? Kasian, ia membutuhkanmu." Ibuk menelepon dengan nada sendu. Bagaimana bisa aku tak tersentuh, sebab rinduku sudah hampir memenuhi seluruh tubuhku. Aku ingin pulang buk, batinku. Tapi apa yang bisa aku persembahkan? Pekerjaanku disini tak pasti, lebih sering menatap kosong langit-langit ...

Bukan Sedang Menulis, Tapi Sedang Mencintai Diri Sendiri

Pernah nggak si kalian stuck di satu tempat? Kalian nggak tau apa yang benar-benar sedang kalian rasakan. Dibilang sedih, tapi apa yang membuat sedih? Dibilang bahagia, tapi tidak sedang merasakan perasaan yang berbunga-bunga.   Sial sekali! Aku pikir aku telah melewati masa remaja labil ku. Tapi hey, bukankah ini lebih labil? Waktu itu aku sangat ingin menangis. Begitu menangis, aku ingin bahagia. Begitu seterusnya. Kemudian aku ingat, seseorang pernah bilang di suatu warung kopi, kunci hidup manusia itu ada 3: Buku, Pesta, dan Cinta. Kalimat itu membuatku terus mencari, sebetulnya apa yang tidak ada di diriku? Beberapa bulan terakhir perasaanku kosong, yang berarti nol. Aku tak tau harus diisi dengan perasaan yang seperti apa. Buku? Yaa masih terbaca walau sedikit-sedikit. Kemudian pesta? Pesta disini berarti sesuatu yang membuat diri kita terbebas dan lepas. Yaa bagiku sudah. Sebab aku pun banyak menghabiskan waktu berkumpul bersama teman-temanku, membeli apapun yang kumau, ...

Refleksi Diri

Oleh: Zahra Arifia Esok aku akan jadi apa ya? Saat usiaku tidak lagi disebut remaja. Saat usiaku sudah beranjak dua puluh lima. Saat aku sudah mendapatkan gelar sarjana. Saat tuntutan dunia semakin banyak dan mau tak mau harus menerima. Saat satu persatu dari temanku mulai sibuk dengan masa depannya. Bagaimana jika sudah tiba waktunya aku harus berganti menghidupi keluargaku? Apa aku bisa menjadi orang dewasa yang tak mudah marah? Apa aku bisa mengeluh sendirian? Rindu sekali rasanya menjadi putri kecil dari orang tuaku yang makan tinggal makan, tidur tanpa memikirkan banyak hal, dan selalu berjalan di dalam zona nyaman. Lalu, teman-temanku, pada akhirnya nanti semua akan membangun kehidupannya sendiri-sendiri. Ada yang memilih tinggal di kota dengan segala hiruk pikuknya, ada pula yang tetap memilih tinggal di desa   dengan segala ketenangannya. Ada yang memilih kerja dari pagi buta hingga malam tiba, ada pula yang memilih kerja tanpa tuntutan waktu. Beruntungnya, teknologi ki...

Aku Punya Sisi Kedua

Cerpen Episode 1 #Sepi Aku Punya Sisi Kedua Oleh: Zahra Arifia          Aku ini sering sekali tersesat ketika mau menuju ke suatu tempat. Untung saja di bumi ini masih ada orang-orang baik yang mau menjawab pertanyaanku ketika aku asing dengan bangunan di suatu tempat. Aku tak tau mengapa aku begitu pelupa untuk urusan jalan. Padahal, aku selalu memperoleh peringkat 5 besar saat duduk di bangku sekolah. Tak hanya itu, aku juga menang lomba hafalan juz 30 tingkat desa. Kemudian aku juga pernah juara satu lomba pecah air ketika memperingati hari kemerdekaan di kampungku. Menutup mata saja aku tau dimana letak balon berisikan air yang harus ku pecahkan. Tapi, ketika aku mau menuju ke suatu tempat dengan mata yang tidak tertutup, pun aku sudah pernah melewatinya, mengapa aku masih saja lupa? Atau karena hiruk pikuk kota yang membuat aku terlena terbawa hingga ke tujuan mereka. Atau karena aku memang pelupa, entahlah haha.        ...

Jika Puisi Ini Sampai Padamu

Jika puisi ini sampai padamu, terimakasih karena telah menjadi inspirasi. Aku tak kuasa sebab luka masih menganga. Kali ini, sungguh berat sekali jemariku menyusun kata. Oh iya, puluhan puisi tentangmu takkan pernah ku buang, biarlah menjadi saksi jika kita pernah berusaha mempertahankan kisah. Kini kupersembahkan puisi tentangmu untuk yang terakhir kalinya. Semoga duka kita, atau barangkali hanya dukaku, semoga saja cepat berlalu. Terimakasih sekali lagi🖤 Untukmu Oleh: Zahra Arifia Mungkin kita ini tak sadar, Ada jalanan berbatu, pun ada jalanan berlumpur Semua sama sama tak sempurna, kasih Ketika kau bisa berlari sedang aku hanya bisa merangkak, apa boleh buat? Pun ketika aku berjalan sambil bercerita, sedang kau memilih diam saja, apa boleh buat? Tujuan kita mungkin sama, untuk memetik bunga itu Tapi dalam menuju kita tak bisa selaras dalam mencapai suasana, itu salah siapa? Sudahi kasih, memaksa hanya membuat kita semakin sulit berjalan Kau tak bisa jadi aku, pun ak...

Belajar

Belajar Oleh: Zahra Arifia Belajar bukan hanya tentang matematika, ekonomi, geografi, atau sejenisnya Hidup ini tidak monoton kawan Karena bagiku belajar adalah keingintahuan Belajar adalah menyatu dengan pikiran Belajar adalah intim dengan pertanyaan Maka jika puisi ini tercipta, Ada bosan yang sedang kuutarakan Puisi ini ditulis 4 Maret 2019 di Pekalongan

Detak dan Degub

Detak dan Degub Oleh: Zahra Arifia Ada suara dari celah yang menata Berantakan pertanda tak karuan Apa ini? Pikiranku menanti sebuah jawaban Kata Suara yang tak ku kenal, Ada simpati yang sedang kualamatkan Hingga tak kusadari, Malam sudah membujur pagi, Detak dan degub seperdetik saja kembali Puisi ini di tulis di Pekalongan, 3 Maret 2019

Dia II

Dia II Oleh: Zahra Arifia Dia yang lagi-lagi namanya kusebut dalam tanya Setengah hatiku menjawab jangan Namun bagian yang lain menjawab tuk lanjutkan Aku bingung, karena dia datang tanpa kepastian Bagai sesuatu yang sedang menyepi lalu kudapati dengan senang hati Meski aku tak tau bagaimana nantinya Dia Aku harap ia cepat memberiku jawabanya Puisi ini ditulis 15 Agustus 2018 di Pekalongan

Dia I

Dia I Oleh: Zahra Arifia Dia Si pendiam Dia Si jutek Dia Si pemberi kejutan Berbagai cara aku pergi Berbagai cara aku abaikan Kamu hadir menjadi dia Dia yang buatku jatuh cinta Puisi ini ditulis 6 Agustus 2018 di Pekalongan

Abang Rujak

Abang Rujak Oleh: Zahra Arifia Bang, makasih tadi sore ya! Karenamu aku bisa mendengar tawanya dengan jelas Karenamu juga aku bisa melihat bola matanya menyipit karena tawa itu Bang taukah, aku suka anak laki-laki itu! Jadi aku ingin pesan khusus untuknya, Berikan bumbu cinta di gula jawa itu Berikan juga buah-buahan yang asam manis seperti rasanya cinta Jangan lupa bisikin ke dia, "Itu dari orang yang gila karenamu" Puisi ini ditulis tanggal 26 November 2016 di Pekalongan

Laju Cintaku Bersama Angin

Laju Cintaku Bersama Angin Oleh: Zahra Arifia Saat ku berdiri pada kenestapaan, menggantung diri bersama perasaan Lamat kupandang betapa jelas sebuah bayangan Membuat diri ini seakan digoncang oleh harapan Bolehlah semua itu kuimpikan, hingga nanti aku jauh tak kepalang Tapi tak boleh kulupakan, jika cinta hanyalah bertepuk sebelah tangan Maka cepat kulajukan, dalam angin yang kan memindahkan Puisi ini ditulis tanggal 1 April 2016 di Yogyakarta

Rayuan Senja

Rayuan Senja Oleh: Zahra Arifia Wahai senja... Rupamu mengapa begitu menggoda? Nyanyiannya sungguh menyejukan jiwa Aku terpesona, karena pemandangannya menipu mata Ditambah dengan kicauan bondongan burung kembali ke sangkarnya Bolehlah aku tertipu dengan ulah rayumu Rayuan yang membawaku dalam imajinasi Hingga kini terciptalah puisi ini Puisi ini ditulis 30 Januari 2016 di Yogyakarta

Matematika

Matematika Oleh: Zahra Arifia Hei, mengapa begitu sulit kau ku kerjakan? Semenyeramkan itukah rupamu hingga aku takut tuk menatapnya? Sebetulnya apa yang terselip dalam dirimu matematika? Sungguh aku malu karena selalu kalah denganmu Tapi apa daya, kau sungguh cerdik mempermainkanku Tapi tak apa, suatu hari nanti kan ku coba lagi Aku pati bisa mengalahkanmu Aku pasti bisa berdiri gagah karena telah berhasil mengalahkanmu Tunggu saja hei matematika Puisi ini di tulis 15 Januari 2016 di Yogyakarta

Hujan Menyapa

Hujan Menyapa Oleh: Zahra Arifia Derai tetesan air yang jatuh bergantian, pelan Membawa sepucuk kenangan indah saat tertawa bersamanya Aku tersenyum larut dalam nostalgia Berharap hujan membawa rindu yang nyata Dalam suci yang turut membawa ia ke dalam memori masa lalu Yang berangan tentang cerita masa depan bersamanya Puisi ini di tulis 11 Januari 2016 di Yogyakarta

Senandung Sepi

Senandung Sepi Oleh: Zahra Arifia Wahai Malam, Mengapa begitu senyap aku berjalan? Sendiri mengitari kenangan Merindu walau rindu itu tak berarti Tak mengerti meski berkali telah ku pahami Sadarlah, setidaknya untuk mendamaikan hati Tersenyumlah, setidaknya untuk melepas peluh yang menyandingi Puisi ini ditulis 5 Januari 2016 di Yogyakarta

Seindah Pelangi di Kala Senja

Seindah Pelangi di Kala Senja Oleh: Zahra Arifia Saat-saat yang tak dinanti kau gambarkan Bahkan diwaktu yang menyakitkan kau tetap tampakan Disendunya hujan yang sunyi kau mulai menepati Ah berjuta rasa itu Semua adalah tentang kejutan Masa lalu itu belum selesai? Kau terus saja membual tentang pernyataan Bagaimana bisa aku tau? Kau tak pandai menyembunyikan sepenuhnya, kau membentuk warna di mataku Bukankah kau pelangi senja itu? Puisi ini ditulis 17 Agustus 2015 di Yogyakarta

Dia Telah Pergi

Dia Telah Pergi Oleh: Zahra Arifia Dirimu yang telah pergi Jauh tak terlihat dari sini Tenggelam dalam mega merah di kala sore Mungkin tak akan terbit saat fajar Dirimu yang telah membuat jejak Tapi bukan jejak yang harus kulalui Melainkan jejak yang harus kubatasi Dan aku hanya bisa tertegun dan tak melewati Dirimu yang kini menjadi bayangan Tak ragu aku tuk pupuskan Karena hadir dalam lamunan Yang tak tergapai meski jaraknya lebih dekat dari kakiku dan bintang Dirimu yang telah pergi Aku tak bisa banyak jelaskan Di kehidupan barumu, Semoga bahagia selalu Puisi ini di tulis 3 Februari 2015 di Yogyakarta

Bunda

Bunda Oleh: Zahra Arifia Bunda.. Kau Inspirasiku Kau Alur Ceritaku Dan Kau Puisi Untuku Bunda.. Tak ada kata selain maaf Tak ada yang terucap selain terimakasih Tak ada senyuman karena aku ingin tertunduk Bunda.. Kini tak sadar aku sudah melangkah jauh darimu Jauh dari pelukanmu, Jauh dari usapanmu Tapi hati ini tetap tak pernah bisa terpisah Bagai bulan dan bintang yang selalu bersinar di malam hari Bunda.. Ajari aku agar aku kuat Pukul aku jika aku melukai Cubit aku bila aku salah Bunda.. Di malam yang sunyi ini aku merindukanmu Hanya pada bintang aku bercakap Sampaikan salam rinduku untuk Bunda Puisi ini di tulis 23 Maret 2014 di Yogyakarta

Aku Kemarin Sempat Malas

Oleh: Zahra Arifia Dengan segala keteguhan hati dan melalui banyak rasa, hari ini resmi blogku ku buka kembali setelah sekian purnama menghilang dari laman ini. Satu tahun yang lalu, aku punya semangat yang banyak untuk mengisi lapangan ini dengan untaian kata-kata yang ku semai dari pikiranku sendiri. Tapi Ya Tuhan, aku seperti mendapatkan kiriman badai besar entah dari mana. Diriku menjadi musuh terbesarku dalam mengembangkan apa yang pernah jadi keinginan. Mungkin karena masa kelas 12 ku super duper sibuk sama pelajaran, hehe lebay. Pikiranku ruwet dan mengesampingkan apa yang menjadi keinginanku. Waktu itu yang ada di benaku cuma ambisi tentang nilai. Padahal kalau waktu itu aku bisa meluangkan waktu sedikit saja, pasti udah dapet banyak banget bahan hehe. Namanya juga penyesalan kan pasti datengnya pas akhir. Eitss entah angin apa yang mendatangiku, aku ingin mengisi kembali laman ini. Semoga akan produktif selamanya ya hehe. Yukk bangkit, bangun dari zona nyaman heh...